Tuesday, November 24, 2009

Selamat jalan Bunga....

Pada bulan November 2005, saya pernah menulis artikel tentang kondisi Bunga (nama samaran, teman kecilku dulu) di sini. Di artikel tersebut, saya menuliskan penderitaan Bunga yang sangat mengusik rasa kemanusiaan.

Cerita berlanjut .....

Semalam, aku pulang dari Salatiga pukul 19.30. Kebetulan hari itu aku bawa mobil ke kampus. Cape sekali rasanya, ngajar kuliah sejak pagi. Setelah bermain-main dengan Kezia (Amanda sudah tidur karena kecapaian sekolah), aku merebahkan diri untuk tidur. Besok pagi aku harus berangkat pagi-pagi dari Semarang, karena mengajar jam 7 pagi. Baru setengah jam terlelap, aku dibangunkan oleh adik iparku. Katanya, aku dicari tetangga-tetangga. Dengan mata yang masih mengantuk, aku keluar rumah. Di luar rumah, sudah berkumpul bapak-bapak dan ibu-ibu. Mereka minta tolong aku untuk mengantar mereka ke Salatiga karena si Bunga telah meninggal dunia. Mereka mau melayat jenazah malam itu. Wah.... aku senang sekali, mobilku yang sederhana itu dapat bermanfaat bagi orang lain. Perjalanan malam itu dimulai jam 21.30 dan berakhir di pukul 02.00. Badanku begitu capek. Tapi cerita tentang Bunga mengalahkan rasa capekku.

Bunga adalah wanita yang kurang beruntung. Dia dilahirkan oleh seorang ibu, yang entah karena apa, sudah menolaknya sejak dia lahir. Bunga dirawat dan dibesarkan oleh neneknya. Ibunya sempat menderita depresi, sehingga harus dirawat oleh Psikiater. Ibunya menikah lagi, dan memiliki dua orang putra. Bunga tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dai Ibunya seperti kedua adik tirinya. Bunga tumbuh besar, menjadi gadis yang cantik, putih, dan sexy. Sayangnya, Bunga tidak bersekolah. Dia hanya lulus SD saja (setahuku). Kasih sayang neneknya yang membuatnya tetap bertahan hidup.

Tiga minggu setelah sang nenek meninggal, Bunga mulai mengalami gangguan kejiwaan. Setelah mendapat pengobatan, Bunga mulai stabil. Waktu berjalan, Bunga menikah dengan seorang pemuda dari Salatiga, dan pernikahan itu menghasilkan tiga anak yang manis. Namun gangguan kejiwaan kembali muncul. Karena membahayakan orang lain, Bunga diikat dan dibawa ke rumah sakit jiwa. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan anak-anaknya ketika melihat warga mengikat dan membawa ibunya yang berteriak-teriak ke rumah sakit jiwa. Di rumah sakit jiwa, Bunga sempat mencuri barang milik rumah sakit, sampai-sampai pengurus rumah sakit datang menemui ketua RT kami (begitu cerita yang aku dengar dari tetangga-tetangga). Bunga dipindah ke rumah sakit jiwa yang lain. Di sana, Bunga berkelahi dengan seseorang hingga mengakibatkan tewasnya orang tersebut. Kasus berhenti, karena memang Bunga mengalami gangguan kejiwaan. Akhirnya Bunga dipasung di rumah mertuanya di Salatiga.

Malam kemarin, aku baru tahu, seperti apa kondisi Bunga sebenarnya. Dia dimasukkan ke dalam sebuah kamar yang pintunya ditutup secara permanen. Untuk memberikan makanan, suami atau mertuanya melemparkan makanan melalui jeruji besi di bagian atas kamar itu. Bunga akan mengambil makanan tersebut. Nasibnya bagaikan seekor binatang di dalam kandang. Seminggu yang lalu, Bunga memanggil-manggil seseorang.... bapak....bapak...bapak... Ayah tirinya datang dari Semarang untuk menengoknya. Seminggu berlalu.... semalam pukul 19, sang suami seperti biasa melemparkan makan malamnya melalui jeruji besi. Tidak seperti biasanya, kali ini tidak ada reaksi. Makanan dilempar lagi, tidak ada suara. Sang suami memanjat dinding kamar. Dilihatnya Bunga sudah tidak bergerak. Dia sudah tiada....

Bagiku, ini sebuah tragedi kemanusiaan. Teman bermain masa kecilku...begitu malangnya nasibmu.... Sejak dilahirkan, engkau telah ditolak.... Beranjak remaja, engkau menderita.... hidupmu berakhir bagaikan binatang dalam kandang.... meninggalpun, tidak ada yang mendengar rintihanmu, sampai engkau menghembuskan nafas terakhirmu.... apakah engkau meninggal karena kedinginan ? apakah engkau meninggal dalam kesakitan ? apakah engkau meninggal karena menahan rasa lapar ? tidak ada yang mempedulikanmu... Malam kemarin, aku mengantarkan ibumu untuk melihat jasadmu untuk yang terakhir kali. Aku melihat, ibumu menangisi kepergianmu. Aku menundukkan kepala mengantarkan kepergianmu. Selamat jalan Bunga.... selamat jalan teman kecilku.... sampai kita bertemu lagi.... Tuhan Yesus mengasihimu....

1 comment:

  1. it is a really sad true story
    hope we try our best to be a good mother

    ReplyDelete